Sabtu, 30 Mei 2015

ORGANIK II

TURUNAN ASAM KARBOKSILAT

Asam karboksilat hanya merupakan salah satu anggota kelas turunan asil, RCOX, di mana substituen X mungkin oksigen, halogen, nitrogen atau sulfur. Turunan asil yang lain adalah asil halida, anhidrida asam, ester, dan amida (Gambar 3.2.) dan disebut sebagai turunan asam karbokasilat. Semua senyawa ini mengandung gugus asil, RCO- yang terikat pada atom  elektronegatif.  Dalam bab ini juga akan dibahas mengenai kimiawi dari nitril, RC-N. Kimiawi dari turunan asam karboksilat ini hampir sama dan didominasi oleh satu  tipe reaksi umum yang disebut sebagai reaksi substitusi asil nukleofllik.

Reaksi Substitusi Asil Nukleofilik

Telah dibahas juga dalam bab 1 bahwa asam karboksilat dan turunannya mempunyai suatu gugus asil yang terikat pada suatu 'leaving group' atau gugus pergi yang potensial (gugus yang dapat pergi sebagai anion yang stabil). Bila suatu nukleofil ditambahkan pada turunan asam karboksilat, yang mula-mula terbentuk adalah suatu intermediet tetrahedral. Muatan negatif pada oksigen  dalam intermediet tetrahedral ini kemudian dengan cepat dapat melepaskan ‘living group’ yang terikat pada karbon karbonil menghasilkan senyawa karbonil yang baru (asam karboksilat atau turunannya yang lain). Reaksi nettonya adalah substitusi asil nukleofilik. Mekanisme umum untuk substitusi asil nukleofilik pada turunan asam karboksilat dapat dilihat pada gambar 4.2.

Stabilitas Relatif Dari Turunan Asam Karboksilat

Reaksi substitusi asil nukleofilik terjadi dalam dua tahap, yaitu adisi  nukleofilik dan eliminasi 'leaving group'. Kedua tahap tersebut dapat mempengaruhi kelajuan reaksi secara keseluruhan. Meskipun demikian, secara tahap pertama adalah merupakan tahap penentu laju, dan baik efek sterik
maupun elektronik merupakan factor yang penting dalam menentukan reaktivitas. Secara sterik, dalam satu seri turunan asam karboksilat yang sama, maka gugus karbonil yang lebih terhalangi akan diserang lebih lambat disbanding gugus yang sterik tak terhalangi.
Secara elektronik, turunan asam yang lebih polar diserang lebih cepat dibanding yang kurang polar.

ASIL HALIDA

Tata Nama Asil Halida

Asil halide diberi nama dengan menyebutkan gugus asilnya, dan kemudian kan halidanya.

Pembuatan Asil Halida

Asil halida dapat dibuat dari reaksi antara asam karboksilat dengan tionil klorida (SOCl2), Fosfor triklorida (PCl3), oksalil klorida (ClCOCOCl). Sebagai Contoh:
Reaksi ini terjadi melalui substitusi asil nukleofilik, di mana asam karboksilat diubah menjadi suatu turunan yang reaktif, yang mana kemudian diserang. 

Reaksi - Reaksi Asil Halida

Asil halida merupakan turunan asam karboksilat yang paling reaktif dan  menjalani reaksi-reaksi yang sangat berguna (Gambar 4.4.). Sebagian besar reaksi-reaksi asil halida terjadi melalui substitusi asil nukleofilik.

Hidrolisis

Asil halida bereaksi dengan air menghasilkan asam karboksilat. Reaksi  hidrolisis ini merupakan proses substitusi asil nukleofilik dan diawali oleh serangan air pada gugus karbonil asil halida. Intermediet tetrahedral yang terbentuk akan mengalami eliminasi ion klorida dan kehilangan satu proton untuk menghasilkan produk asam karboksilat.

Alkoholisis

Reaksi antara asil halide dan alcohol adalah analog reaksi asil halide dan air. Reaksi ini merupakan metode yang sangat baik untuk pembuatan ester.

Aminolisis

Asil  halida bereaksi cepat dengan ammonia dan amina menghasilkan amida.
Karena HCl dibebaskan selama reaksi, 2 ekivalen amina harus digunakan; 1 ekivalen bereaksi dengan asil halida, dan satu ekivalen bereaksi dengan HCl membentuk garam ammonium halida. Meskipun demikian, bila aminanya berharga, maka dapat digunakan basa yang tidak mahal untuk menangkap HCl, misalnya NaOH (reaksi Schotten-Baumann).

Reduksi

Asil  halida direduksi  oleh litium aluminium hidrida menghasilkan alkohol primer.


Reaksi terjadi melalui mekanisme substitusi asil nukleofilik yang khas dimana hidrida ion (H:-) mula-mula menyerang gugus karbonil dan ion klorida kemudian dilepaskan. Subtitusi ini menghasilkan suatu intermediet aldehid, yang dengan cepat direduksi oleh LiAlH4 menghasilkan alkohol primer.
Intermediet aldehid dapat diisolasi jika digunakan reagen hidrida yang kurang kuat, misalnya Litium tri-tert-butoksialuminium hidrida,  Li+ - AlH[O-C(CH3)3]. Alternatif yang lain, reduksi Rosenmund alkil halida di bawah kondisi 3 hidrogenasi katalitik dapat digunakan, tetapi melalui mekanisme yang berbeda.

Reaksi dengan organologam

Reagen Grignard bereaksi dengan asil halida menghasilkan alkohol tersier di mana dua substituennya adalah sama.

Mekanisme reaksi ini mirip dengan reduksi menggunakan LiAlH4. Reagen Grignard yang pertama akan menyerang asil halida. Lepasnya ion klorida kemudian akan menghasilkan intermediet keton, yang bereaksi dengan reagen Grignard yang kedua menghasilkan alkohol tersier. 
Intermediet keton biasanya tidak dapat diisolasi dalam reaksi Grignard,  karena adisi reagen Grignard yang kedua terjadi sangat cepat. Meskipun demikian, keton dapat diisolasi dari reaksi bila digunakan reagen diorganotembaga, R^Cuf Li+, tapi reagen ini hanya bereaksi dengan asil halida saja. Ester dan amida tidak bereaksi dengan reagen ini.

KIMIA ITU ASIK COY
INSYAALLAH BERMANFAAT

MUH. FAJRI RAMADHAN

Minggu, 26 April 2015

FAKTOR ELEKTRONIK YANG MENENTUKAN IKATAN DAN STRUKTUR

Ikatan dan struktur senyawa ditentukan oleh sifat elektronik seperti kekuatan atom-atom penyusun dalam menarik dan menolak elektron, orbital molekul yang diisi eletron valensi, dsb. Susunan geometris atom juga dipengaruhi oleh interaksi elektronik antar elektron non ikatan.  Di bawah ini beberapa konsep fundamental akan dipaparkan.

1. Energi Ionisasi

Energi ionisasi didefinisikan sebagai energi minimum yang diperlukan untuk mengeluarkan elektron dari atom dalam fasa gas (g), sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan berikut.  
Energi ionisasi diungkapkan dalam satuan elektron volt (eV), 1 eV = 96.49 kJ/mol. Energi ionisasi pertama, yang mengeluarkan elektron terluar, merupakan energi ionisasi terendah, dan energi ionisasi ke-2 dan ke-3, yang mengionisasi lebih lanjut kation, meningkat dengan cepat. Entalpi ionisasi, yakni perubahan entalpi standar proses ionisasi dan digunakan dalam perhitungan termodinamika, adalah energi ionisasi yang ditambah dengan RT (R adalah tetapan gas 8.31451 J/Kmol dan T adalah temperatur, 2.479 kJ (0.026 eV), pada suhu kamar).  Perbedaan kedua parameter ini kecil.  Energi ionisasi pertama bervariasi secara periodik dengan nomor atom dalam tabel periodik, dengan unsur di kiri bawah tabel (cesium, Cs) memiliki energi ionisasi pertama yang terkecil dan unsur yang terkanan dan teratas (helium, He) adalah yang terbesar.  Dapat dipahami bahwa unsur alkali umumnya memiliki energi ionisasi terendah sebab unsur-unsur ini akan terstabilkan dengan pengeluaran satu elektron terluar untuk mencapai konfigurasi gas mulia.Unsur-unsur gas mulia memiliki struktur elektronik yang stabil, dan dengan demikian energi ionisasinya terbesar.  Walaupun energi ionisasi meningkat hampir secara monoton dari logam alkali sampai gas mulia, ada penurunan di beberapa tempat, seperti antara nitrogen N dan oksigen O, serta antara fosfor p  dan belerang S.

2. Muatan Inti Efektif

Karena muatan positif inti biasanya sedikit banyak dilawan oleh muatan negatif elektron dalam (di
bawah elektron valensi), muatan inti yang dirasakan oleh elektron valensi suatu atom dengan
nomor atom Z akan lebih kecil dari muatan inti, Ze.  Penurunan ini diungkapkan dengan  konstanta perisai σ, dan muatan inti netto disebut dengan muatan inti efektif, Zff
Muatan inti efektif bervariasi mengikuti variasi orbital dan jarak dari inti. 

3. Afinitas Elektron

Afinitas elektron adalah negatif entalpi penangkapan elektron oleh atom dalam fasa gas, sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan berikut dan dilambangkan dengan A ( = -∆H).  Afinitas elektron dapat dianggap entalpi ionisasi anion.  Karena atom halogen mencapai konfigurasi elektron gas mulia bila satu elektron ditambahkan, afinitas elektron halogen bernilai besar. 

4. Ke-Elektronegativan

Ke-elektronegativan adalah salah satu parameter atom paling fundamental yang mengungkapkan secara numerik kecenderungan atom untuk menarik elektron dalam molekul. Kelektronegativan sangat bermanfaat untuk menjelaskan perbedaan dalam ikatan, struktur dan reaksi dari sudut pandang sifat atom.  Berbagai cara telah diajukan untuk menjelaskan dasar teori kekuatan tarikan elektron, dan berbagai studi masih aktif dilakukan untuk mencari nilai numerik dari ke-elektronegativan.  Skala Pauling, dikenalkan pertama sekali tahun 1932, masih merupakan skala yang paling sering digunakan, dan nilai-nilai yang didapatkan dengan cara lain dijustifikasi bila nilainya dekat dengan skala Pauling.  L. Pauling mendefinisikan ke-elektrogenativan sebagai besaran kuantitatif karakter ionik ikatan.  Awalnya persamaan berikut diusulkan untuk mendefinisikan karakter ionik ikatan antara A dan B. 
D adalah energi ikatan kovalen.  Namun, kemudian diamati ∆ tidak selalu positif, dan Pauling
memodifikasi definisinya dengan: 
dan meredefinisikan karakter ionik ikatan A-B.  Lebih lanjut, ke-elektronegativan χ didefinisikan 
dengan cara agar perbedaan ke-elektronegativam atom A dan B sebanding dengan akar kuadrat 
karakter ion.  Di sini, koefisien 0.208 ditentukan agar kelektronegativan H 2.1 bila energi ikatan
dinyatakan dalam satuan kkal/mol.
Karena ke-elektronegativan Pauling meningkat dengan kenaikan bilangan oksidasi atom, nilai-nilai
ini berhubungan dengan bilangan oksidasi tertinggi masing-masing unsur.  Kelektronegativan yang
dihitung dengan nilai-nilai energi ikatan yang terbaru diberikan dalam Tabel.
A. L. Allred dan E. G. Rochow mendefinisikan ke-elektronegativan sebagai medan listrik di permukaan atom Zeff/r^2. Mereka menambahkan konstanta untuk membuat keelektronegativan
mereka χ sedekat mungkin dengan nilai Pauling dengan menggunakan r adalah jari-jari ikatan kovalen atom.  
Nampak hasilnya adalah unsur-unsur dengan jari-jari kovalen yang kecil dan muatan inti efektif
yang besar memiliki ke-elektronegativan yang besar. R. Mulliken mendefinisikan keelektronegativan
χM sebagai rata-rata energi ionisasi I dan afinitas elektron A sebagai berikut. 
Karena energi ionisasi adalah energi eksitasi elektronik dari HOMO dan afinitas elektron adalah
energi penambahan elektron ke LUMO (lihat bagian 2.3 (e)), dalam definisi ini keelektronegativan dapat juga disebut rata-rata tingkat energi HOMO dan LUMO.  Unsur-unsur yang sukar diionisasi
dan mudah menarik elektron memiliki nilai ke-elektronegativan yang besar. Walaupun keelektronegativan didefinisikan dengan keadaan valensi dalam molekul dan memiliki dimensi
energi, hasil yang diperoleh dianggap bilangan tak berdimensi. 
Walaupun definisi Mulliken jelas sebab berhubungan langsung dengan orbital atom, biasanya nilai
ke-elektronegativan Pauling atau Allred-Rochow yang digunakan.  Karena nilai-nilai ini tidak
terlalu banyak berbeda, ke-elektronegativan Pauling biasanya cukup bila dipilih salah satu.  Nilai
ke-elektronegativan berubah tidak hanya dengan perubahan definisi, tetapi juga sangat dipengaruhi
oleh keadaan ikatan atom, dan nilai-nilai itu harus digunakan dengan hati-hati.  Keelektronegativan atom-atom penyusun adalah besaran yang sangat penting untuk menjelaskan ikatan, struktur dan reaksi senyawa.  Oleh karena itu, kimiawan teori selalu berusaha untuk memperluas dasar parameter ini. 

Sabtu, 25 April 2015

GAS

1. SIFAT-SIFAT EMPIRIC GAS

1.1 Hukum Boyle dan Hukum Charles

Keadaan suatu gas ditentukan oleh 4 sifat  (besaran) yaitu :  Massa,  volume,  temperatur (suhu) dan tekanan. Persaman keadaan dari suatu sistem adalah persamaan matematik yang menyatakan hubungan antara nilai – nilai keempat sifat ini.  Hanya diperlukan 3 besaran untuk menentukan keadaan sistem,  sedang besaran yang keempat dapat dihitung (tergantung) pada ketiga sifat ini.
Robert Boyle (1662) dalam percobaan-percobannya memperoleh  kesimpulan  bahwa  pada temperatur  konstan volume berbanding terbalik dengan tekanan. Kemudian  Charles  menunjukkan bahwa  konstanta  C  adalah  fungsi temperatur. 
Gay  Lussac  dalam  percobaan-percobannya  mendapatkan  bahwa  volume  dari sejumlah massa tertentu gas pada tekanan konstan akan merupakan fungsi linier dari temperatur. 
Dari  fungsi  linear  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  b  adalah  slope  pada  kurva dengan absis t dan ordinat V, sedang a adalah intersepnya,  jadi merupakan volume pada nol, Vo, sehingga secara matematika boles ditulis : 
Koefisien Ekspansi Termal (ao)
Koefisien  ekspansi  termal  adalah  bertambahnya  volume  relatif  (terhadap volume awal) akibat pertambahan temperatur pada tekanan tetap. Jadi : 
Kombinasi persamaan 5 dan 6 menghasilkan :
Untuk gas ideal harga α = 1/T, jadi :
αo =  1/T  = 1/273,15

karena T = 273,15 + t, maka persamaan 7 dapat ditulis : 

1.2 Gas Ideal

Robert  Boyle  pada  tahun  1662 menyelidiki  hubungan antara  tekanan  dan  volume gas pada perubahan keadaan dengan masa dan suhu sistem gas yang tetap, yang menunjukkan bahwa tekanan berbanding terbalik dengan volume.  Percobaan Gay Lussac menunjukkan bahwa volume gas adalah fungsi  dari  suhu pada setiap perubahan dimana tekanan dan massa dijaga tetap. 
           Relasi itu dapat dinyatakan ;
dengan Co adalah C pada temperatur 0 C. Dinyatakan bahwa hukum Boyle berlaku untuk temperatur dan massa tertentu. Untuk Co temperatur sudah tertentu, yaitu 0 C, dengan demikian Co hanya ditentukan oleh massa saja atau Co sebanding dengan massa gas dan ditulis 
dengan B adalah konstanta sedang massa gas. Jadi persamaan 11 dapat ditulis sebagai berikut :
Jika dipilih kondisi standar yaitu m = M kg/mol yaitu massa molar, P = 1 Pa dan T = 273,15 K, ternyata volumenya 0,00224 m3 /mol, maka persamaan 13 dapat ditulis :
Substitusi 14 ke dalam 13, menghasilkan : 

Persamaan 15 tersebut biasa disebut persamaan gas ideal. Jika n = 1 mol, persamaan gas ideal ditulis :
Dengan   V  adalah volume molar gas yaitu volume dari 1 mol gas. 

1.3 Distribusi Barometrik

Dalam pembicaraan sebelum ini, kita berasumsi bahwa jika gas ideal berada  dalam sebuah bejana, maka tekanan gas di dalam bejalana tersebut adalah sama di bagian manapun pada bejana itu. Anggapan ini benar,  jika berada di daerah yang bebas medan. Tetapi di bawah pengaruh medan, maka molekul – molekul lebih rapat di bagian bawah daripada di bagian atas.  Akibatnya tekanan gas di bagian bawah tentu lebih besar daripada di bagian atas. Hal seperti ini disebut distribusi barometrik.
Kita bayangkan sebuah kolom berbentuk silinder dengan luas alasnya adalah A,  berada pada temperatur yang merata yaitu T berada di bawah pengaruh medan gravitasi  dengan  percepatan gravitasi  sebesar  g.  koordinat  vertikal  z  diukur  dari bagian bawah sedemikian rupa sehingga z pada dasar kolom adalah (gambar). 
Tekanan di sembarang kedudukan z, ditentukan oleh massa fluida yang dihitung dari z ke atas. Jika massa itu adalah m, maka gaya yang ditimbulkan oleh fluida bermassa m itu, adalah mg. Dengan demikian tekanan pada kedudukan z adalah : 
Sekarang akan kita lihat tekanan pada kedudukan z + dz.  Jika fluida di hitung dari kedudukan ini ke atas adalah m’ dan tekanannya disebut p’, maka : 
Selisih kedua persamaan di atas : 
Jika massa jenis fluida adalah ρ maka m’ = ρ V’ dengan V’ adalah volume dari z + dz ke atas sedang m = ρ V dengan adalah volume dari z ke atas, sehingga :
V’/A adalah tinggi dari z + dz ke atas atau h – (z + dz) sedang V/A adalah tinggi dari 
z ke atas atau h – z, sehingga : 
Selanjutnya perlu diingat, bahwa :
jika diintegralkan dari 0 sampai z diperoleh :

dengan asumsi bahwa fluida mengkuti pola gas ideal, maka persamaan itu juga dapat dinyatakan dalam konsentrasi yaitu : 
Karena konsentrasi  berbanding lurus dengan jumlah partikel,  maka persamaan itu juga boleh dinyatakan dalam bentuk :
Persamaan  31,  dapat  dikembangkan  untuk  menghitung  jumlah  partikel  di seluruh ruangan. Karena n konstan maka hanya z yang tidak konstan pada ruas kanan persamaan 31, sehingga jika diturunkan : 
Jika diintegralkan keseluruhan ruangan :
dengan c adalah tetapan integrasi. Harga n2+ c adalah harga jumlah partikel diseluruh
ruangan atau n, sehingga : 
dengan n = jumlah molekul dari dasar sampai  ketinggian z.  jika harga n ini dibagi dengan  volume dari  dasar  sampai  ketinggian  z,  maka  kita  memperoleh  harga konsentrasi rata – rata partikel.
Jika  persamaan  36  di  atas  digunakan  untuk  menghitung  jumlah  seluruh partikel gas di atmosfer, maka dimasukkan harga z tak terhingga sehingga : 
dengan n adalah jumlah seluruh partikel  gas di atmosfer n0 jumlah partikel  gas dipermukaan  bumi. Sudah  barang  tentu  hitungan  ini  menggunakan  asumsi  bahwa seluruh atmosfer mempunyai temperatur yang seragam yaitu T. Perlu diketahui bahwa persamaan – persamaan distribusi di atas, tidak hanya berlaku  untuk  gas,  tetapi  juga  berlaku  untuk  partikel  koloid  misalnya  suspensi
senyawa polimer dalam suatu medium cair.

KIMIA ITU ASIK COY
INSYAALLAH BERMANFAAT

MUH. FAJRI RAMADHAN